Jumat, 21 November 2014

Demokrasi dan Demokrasi di Indonesia



BAB I
PENDAHULUAN
n A.     LATAR BELAKANG
            Dewasa ini kita tentunya sudah tidak asing lagi mendengar sebutan Demokrsi, Demokrasi merupakan pilihan tepat untuk membangun suatu bangsa dengan melibatkan segenap masyarat, karena hakikat demokrasi adalah peran utama rakyat dalam proses sosial dan politik. Dan memang disaat ini demokrasi sudah menjadi cita-cita sebagian besar negara di Dunia ini, namun di dalam demokrasi juga masih terdapat kekurangan-kekurangan.
            Demokrasi itu sendiri memiliki beberapa bentuk, hal itu sesuai dengan filosof berdirinya suatu negara. Karena bentuk demokrasi yang diterapkan antara negara satu dengan negara lainnya berbeda.
            Di Indonesia sendiri sudah menerapkan sistem demokrasi, perjuangan panjang telah dilalui hingga terwujudnya negara yang demokrasi, dimana perjalanan itu melalui beberapa priode, yaitu : perode 1945-1959, priode 1959-1965, priode 1965-1998, dan periode pasca Orde Baru.
   B.      BATASAN MASALAH
            Mengingat keterbatasan waktu dan kemampuan penulis dan agar pembahasan lebih mendalam, dalam penulisan  makalah ini penulis akan membatasi pembahasan mengenai Pengertian Demokrasi, Bentuk-bentuk Demokrasi dan Demokrasi di Indonesia.
   C.     RUMUSAN MASALAH
            Berdasarkan latar belakang dan batasan masalah di atas, penulis merumuskan permasalahan dalam penelitian yaitu;
dan.
1.) Apa Pengertian Demokrasi?
2.) Apa Bentuk-bentuk Demokrasi?
3.) Bagaimana Demokrasi di Indonesia?

   D.     TUJUAN PENULISAN
            Tujuan penulisan karya ilmiah ini adalah untuk lebih memahami dan menjawab mengenai apa itu Pengertian Demokrasi, Bentuk-bentuk Demokrasi dan Demokrasi di Indonesia.

















BAB II
PEMBAHASAN
  A.     PENGERTIAN DEMOKRASI
            Secara etimologis Demokrasi berasal dari bahasa Yunani terdiri dari dua kata, yaitu demos, yang berarti rakyat atau penduduk suatu tempat, dan cratein atau cratos, yang berarti kekuasaan atau kedaulatan. Gabungan dua kata demos-cratein atau demos-cratos (demokrasi) memiliki arti suatu sistem pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat.[1]
            Sedangkan pengertian demokrasi secara terminologi adalah seperti yang dinyatakan oleh para ahli sebagai beirkut :[2]
            Menurut Joseph A. Schmeter mengatakan demokrasi merupakan suatu perencanaan institusional untuk mencapai keputusan politik di mana individu-individu memperoleh kekuasaan untuk memutuskan cara perjuangan kompotitif atas suara rakyat.
            Sidney Hook berpendapat, demokrasi adalah bentuk pemerintahan di mana keputusan-keputusan pemerintah yang penting secara langsung atau tidak langsung didasarkan pada kesepakatan mayoritas yang diberikan secara bebas dari rakyat dewasa.
            Philipper C. Schmitter menyatakan, demokrasi sebagai suatu sistem pemerintahan di mana pemerintah diminta bertanggung jawab atas tindakan-tindakan mereka di wilayah publik oleh warga negara, yang bertindak secara tidak langsung melalui kompetisi dan kerja sama dengan para wakil mereka yang telah terpilih.
            Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hakikat demokrasi adalah peran utama rakyat dalam proses sosial dan politik. Dengan kata yang lain, pemerintahan demokrasi adalah pemerintahan di tangan rakyat yang mengandung pengertian tiga hal: pemerintahan dari rakyat (goverment of the people), pemerintahan oleh rakyat (goverment by the people), dan pemerintahan untuk rakyat (goverment for the people).[3]
            Pemerintahan dari rakyat (goverment of the people) mengandung pengertian bahwa suatu pemerintahan yang sah adalah suatu pemerintahan yang mendapat pengakuan dan dukungan mayoritas rakyat melalui mekanisme demokrasi, pemelihan umum. Pengakuan dan dukungan rakyat bagi suatu pemerintahan sangatlah penting, karena dengan legitimasi politik tersebut pemerintah dapat menjalankan roda birokrasi dan program-programnya sebagai wujud dari amanat yang diberikan oleh rakyat kepadanya.
            Pemerintahan oleh rakyat (goverment by the people) memiliki pengertian bahwa suatu pemerintahan menjalankan kekuasaan atas nama rakyat, bukan atas kehendak pribadi elit negara atau elit birokrasi. Hal ini mengandung arti bahwa dalam menjalankan kekuasaannya, pemerintah berada dalam pengawasan rakyat (sociol control). Pengawasan dapat dijalankan langsung oleh rakyat maupun tidak langsung melalui para wakilnya di Parlemen.
            Pemerintahan untuk rakyat (goverment for the people) mengandung pengertian bahwa kekuasaan yang diberikan oleh rakyat kepada pemerintah harus dijalankan untuk kepentingan rakyat.[4]
            Demokrasi itu merupakan proses perjalanan panjang melalui pembiasaan, pembelajaran, dan penghayatan. Untuk tujuan ini dukungan sosial dan lingkungan demokratis adalah mutlak dibutuhkan. Keberhasilan demokrasi ditunjukkan oleh sejauh mana demokrasi sebagai prinsip dan acuan hidup bersama antar warga  negara dengan dijalankan dan dipatuhi oleh kedua belah pihak.
            Untuk menimalkan unsur-unsur negatif demokratis, partisipasi warga negara mutlak dibutuhkan. Sebagai negara yang masih minim pengalaman berdemokrasinya Indonesia masih membutuhkan percobaan-percobaan dan “jatuh bangun” dalam berdemokrasi.
            Namun demikian, demokrasi juga membutuhkan ketegasan dan dukungan pemerintah sebagai alat negara yang memiliki kewajiban menjaga dan mengembangkan demokrasi. Demi tegaknya prinsip demokrasi, keterlibatan warga negara sangatlah penting untuk mendorong negara bersikap tegas terhadap tindakan kelompok-kelompok yang berupaya mencederai prinsip-prinsip demokrasi. Pandangan sektarian dan tindakan memaksakan kehendak kelompok atas kepentingan umum bisa dikategorikan ke dalam hal-hal yang dapat mencederai kemurnian demokrasi.[5]
            Konsepsi demokrasilah yang memberikan landasan dan mekanisme kekuasaan berdasarkan prinsip persamaan dan kesederajatan manusia. Demokrasi menempatkan manusia sebagai pemilik kedaulatan yang keemudian dikenal dengan prinsip kedaulatan rakyat.[6]
            Berikut merupakan enam norma atau unsur pokok yang dibutuhkan oleh tatanan masyarakat yang demokratis:
1.    Kesadaran dan Pluralisme
2.    Musyawarah
3.    Cara haruslah sejalan dengan tujuan
4.    Norma kejujuran dalam pemufakatan
5.    Kebebasan nurani, persamaan hak dan kewajiban
6.    Trial and error (percobaan dan salah) dalam berdemokrasi
   B.      BENTUK-BENTUK DEMOKRASI
            Dalam era modern ini ada tiga bentuk demokrasi yang bisa dianut oleh negara-negara di dunia pada saat ini, yaitu sebagai berikut :
1.    Demokrasi Sistem Presidensial
            Di dalam sistem ini sifat hubungan antara kedua badan tersebut dapat dikatakan tidak ada, jadi secara prinsipil bebas. Pemisah antara kekuasaan eksekutif dengan kekuasaan legislatif, disini diartikan bahwa kekuasaan eksekutif itu dipegang oleh suatu badan atau organ yang di dalam menjalankan tugas eksekutifnya itu tidak bertanggung jawab kepada badan perwakilan rakyat.
            Susunan daripada badan eksekutif terdiri daripada seorang presiden, sebagai kepala pemerintahan, didampingi atau dibantu oleh satu orang wakil presiden. Presiden dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh para menteri. Para menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh presiden.
          Dalam Sistem pemerintahan presidensil dasar hukum dari kekuasaan eksekutif dikembalikan kepada rakyat. Sebagai kepala eksekutif seorang presiden menunjuk pembantu-pembantunya yang akan memimpin departemennya masing-masing dan mereka itu hanya bertanggung jawab kepada Presiden.[7]
            Demokrasi dengan Sistem pemerintahan presidensil ini dilaksanakan secara murni hanya di Negara Republik Amerika Serikat. Sistem yang digunakan menganut asas Trias Politica dari Montesquieu dengan sistem Check and Balance.
            Sesuai dengan ajaran Trias Politica, Kekuasaan negara itu dipisahkan menjadi tiga macam , yaitu sebgai berikut :
a)   Kekuasaan legislatif: kekuasaan membuat undang undang.
b)   kekuasaan Eksekutif: Kekuasaan menjalankan undang undang.
c)    Kekuasaan yudikatif: kekuasaan mengawasi jalanya undang undang
2.    Demokrasi Sistem Parlementer
            Demokrasi dengan sistem parlamenter ini adalah merupakan sistem pemisahan kekuasaan, namun antara badan legislatif dengan badan eksekutif memiliki hubungan yang bersifat timbal balik, dapat saling mempengaruhi.
            Tugas atau kekuasaan eksekutif disini diserahkan kepada suatu badan yang disebut kabinet atau dewan menteri. Kabinet ini mempertanggung jawabkan kebijaksanaannya, terutama dalam lapangan pemerintahan kepada badan perwakilan rakyat.
            Pertanggung jawaban ini tidak berarti bahwa badan eksekutif harus mengikuti segala apa yang dikehendaki oleh badan perwakilan rakyat saja, dan menjalankan apa yang menjadi kemauan badan perwakilan rakyat. Tetapi kabinet masih mempunyai kebebasan dalam menentukan kebijaksanaannya, terutama dalam langkah pemerintahannya.[8]
            Letak dari pengertian stelsel parlementer yaitu, kabinet bertanggung jawab kepada parlemen atau badan perwakilan rakyat, artinya, kalau pertanggung jawaban kabinet tidak dapat diterima baik oleh badan perwakilan rakyat, pertanggung jawab tadi adalah pertanggung jawab politis, maka badan perwakilan rakyat dapat menyatakan tidak percaya (Mosi tidak percaya) terhadap kebijaksanaan kabinet, dan sebagai akibat daripada pertanggung jawab politis tadi, kabinet harus mengundurkan diri. Tetapi kalau ada keraguan-keraguan dari pihak kabinet, dan menganggap bahwa badan perwakilan rakyat itu tidak lagi bersifat representatif, maka sebagai imbangan daripada kekuasaan badan perwakilan untuk membubarkan kabinet tadi, kabinet mempunyai kekuasaan untuk membubarkan badan perwakilan rakyat (yang tidak representatif itu).[9]
3.    Demokrasi Sistem Referendum
            Salah satu untuk menghindari pemerintahan yang absolut ialah sistem yang dipergunakan yang dilaksanakan di Swiss, yaitu disebut dengan referendum.[10] Sistem ini merupakan pemerintahan perwaakilan rakyat dengan sistem pemisahan kekuasaan.
            Di dalam sistem referendum ini, di Swiss band eksekutif disebut Bundesrat yang bersifat suatu dewan, merupakan bagian daripada badan legislatif, yang disebut Bundesversammlung. Bundesversammlung terdiri dari Nasionalrat dan Standerat.  Nasionalrat adalah badan perwakilan nasional. Sedangkan Standerat adalah merupakan perwakilan daripada negara-negara bagian yang disebut kanton.
            Bundesrat itu hanya semata-mataa menjadi badan pelaksanan saja daripada segala kehendak atau keputusan Bundesversammlung. Diantara anggota-anggota Bundesversammlung itu ditunjuk tuju orang, yang kemudian tuju orang ini merupakan suatu badan yang bertugas melaksanakan secara administratif keputusan-keputusan dari Bundesversammlung.
            Adapun yang mengontrol tindakan-tindaka dan kebijakan-kebijakan Bundesversammlung ada dua macam referendum.[11]
a.)      Referendum Obligatoir, atau referendum yang wajib,. Ini merupakan referendum yang menentukan berlakunya sesuatu undang-undang atau peraturan.
b.)      Referendum Fakultatif, atau referendum yang tidak wajib. Ini misalnya referendum yang diadakan untuk menentukan sesuatu undang-undang yang sedang berlaku itu terus dapat berlaku atau tidak., atau perlu diadakan perubahan-perubahan ataukah tidak.
            Dilihat dari cara penyaluran kehendak rakyat, demokrasi dibagi menjadi dua :
1.    Demokrasi langsung
            Demokrasi langsung ialah demokrasi dimana rakyat secara langsung mengemukakan kehendaknya dalam suatu rapat yang dihadiri seluruh rakyatnya. Demokrasi langsung pernah dijalankan di negara-negara kota pada jaman Yunani Kuno.
            Pelaksanaan demokrasi di setiap negara banyak dipergunakan disetiap negara banyak dipengaruhi oleh faktor faktor seperti: Sejarah, Kebudayaan, Dasar negara, dan latar belakang lainya.
2.    Demokrasi tidak langsung (demokrasi perwakilan)
            Demokrasi perwakilan yaitu Demokrasi dimana rakyat menyampaikan kehendakannya melalui dewan perwakilan rakyat. Demokrasi perwakilan di jalankan oleh negara-negara pada jaman modern.
            Kedaulatan rakyat dengan perwakilan atau demokrasi dengan perwakilan/tidak langsung yang menjalankan kedaulatan itu adalah wakil wakil rakyat. Wakil wakil rakyat bertindak atas nama rakyat dan menentukan corak dan cara pemerintah serta tujuan yang hendak dicapai. Agar wakil wakil tersebut benar benar dapat bertindak atas nama rakyat, maka wakil wakil itu ditentukan sendiri oleh rakyat. Untuk menentukannya dapat melalui pemilu.
            Pemilu merupakan salah satu hak asasi warga negara yang sangat prinsipil, karenanya adalah suatu keharusan untuk melaksanakanya. Bagi negara demokrasi, pemilu adalah syarat mutlak untuk melaksanakan kedaulatan rakyat.
            Usaha untuk membatasi kekuasaan kekuasaan agar tidak menjurus ke arah kekusaan absolut telah menghasilkan ajaran Rule of Law (kedaulatan hukum). Ajaran ini menegaskan bahwa yang berdaulat dalam suatu negara adalah hukum. Semua orang baik rakyat biasa maupun penguasa harus tunduk pada hukum. Diberlakukannya ajaran ini guna menghindarkan tindakan sewenang wenang penguasa terhadap rakyat. dengan kata lain hak hak rakyat akan terlindungi.
            Dilihat dari titik berat paham yang dianut demokrasi dibagi menjadi tiga :
1.    Demokrasi Barat (Demokrasi Liberal)
            Demokrasi barat lebih menitik beratkan pada kebebasan bergerak, berpikir dan mengeluarkan pendapat, menjunjung tinggi persamaan hak pada bidang politik, adapun kelemahan demokrasi liberal yaitu, adanya kesenjanagan yang lebar antara golongan ekonomi kuat dan golongan ekonomi lemah, golongan ekonomi kuat dapat membeli suara rakyat dan suara DPR.
2.    Demokrasi Timur atau Komunis
            Demokrasi timur lebih menitik beratkan pada paham kesamaan yang menghapuskan perbedaan kelas diantara sesama rakyat. Kelebihan demokrasi timur yakni kesenjangan ekonomi kecil, menjunjung tinggi persamaan dalam bidang ekonomi. Dan adapun kelemahan demokrasi timur adalah persamaan hak bidang politik kurang diperhatikan, tidak adanya kompetisi dan tidak diakuinya hak milik pribadi menyebabkan etos kerjanya kurang baik.
3.    Demokrasi gabungan
            Demokrasi yang berprinsip mengambil kebaikan dan membuang kelemahan dari demokrasi barat ke timur.
  C.      DEMOKRASI DI INDONESIA
            Sejarah demokrasi di Indonesia dapat dibagi ke dalam empat perode: perode 1945-1959, priode 1959-1965, priode 1965-1998, dan periode pasca Orde Baru.[12]
1.    Periode 1945-1959
            Demokrasi pada masa ini dikenal dikenal dengan sebutan demokrasi parlementer. Sistem parlementer ini berlaku sebulan sesudah kemerdekaan diproklamirkan. Namun demikian, model demokrasi ini dianggap kurang cocok untuk Indonesia. Lemahnya budaya demokrasi untuk mempraktikkan demokrasi model barat ini telah memberi peluang besar kepada partai-partai politik untuk mendominasi kehidupan sosial politik.
            Sistem demokrasi parlementer ini akhirnya melahirkan fergmentasi politik berdasarkan afiliasikesukuaan dan agama. Sehingga koalisi yang dibangun partai politik pada mudah terpecahkan. Hal ini menyebabkan destabilisasi politik nasional yang mengancam integrasi nasional yang sedang dibangun. Persaingan politik yang kurang sehat dan pemberontakan di pusat telah mengganggu jalan demokrasi.
            Hal ini ditambah lagi gagalnya partai-partai dalam Majelis Konstituante untuk mencapai kesepakatan dalam merumuskan mengenai dasar negara untuk undang-undang dasar baru, mendorong Presiden Soekarno untuk mengeluarkan Dekrit Presiden pada 5 juli 1959, yang menegaskan berlakunya kembali Undang-Undang Dasar 1945. Dengan demikian bergantilah demokrasi perlementer menjadi Demokrasi Terpimpin.
2.    Priode 1959-1965
            Priode ini dikenal dengan Demokrasi Terpimpin (Guided Democracy). Pada masa ini politik didominasi politik presiden dan pengaruh komunis serta peran ABRI dalam dunia politik nasional. Untuk mencari jalan keluarnya maka di keluarkanlah Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Meskipun dalam ketentuan UUD 1945 memberikan peluang seorang presiden untuk menjadi presiden selama lima tahun pemerintahan, berbeda halnya dengan Ketetapan MPRS No. III/1963 mengangkat Ir. Soekarno sebagai Presiden seumur hidup. Ini sangatlah bertentangan dengan ketentuan yang telah ditetapkan di dalam UUD 1945.
            Di dalam dunia politik, dimasa ini peran politik Partai Komunis Indonesia sangatlah menonjol. Sebagaimana hal ini ditandai dengan keluarnya Dekrit Presiden 5 juli sebagai sumber hukum, maka bermunculanlah badan ekstra konstitusinal seperti Front Nasional. Front Nasional dijadikan alat bagi PKI untuk menjadi bagian strategi komunisme internasional yang menggariskan pembentukan Front Nasional sebagai persiapan ke arah terbentuknya demokrasi rakyat. Strategi PKI untuk menghasilkan keuntungan dari karisma dan kepemimpinan Presiden Soekarno dengan cara mendukung perubahan pers dan partai politik misalnya Masyumi, yang dinilai tidak sejalan dengan kebijakan pemerintahan.
3.    1965-1998
            Pada masa ini merupakan masa pemerintahan Presiden Soeharto dengan orde baru. Sebutan orde baru. Di sini adanya upayah untuk meluruskan kembali penyelewengan terhadap Undang-Undang Dasar 1945 yang terjadi dalam masa Demokrasi Terpimpin, demokrasinya disebut dengan demokrasi Pancasila.
            Demokrasi pancasila dalam perjalanan secara garis besar memberikan tawaran tiga komponen demokrasi. Pertama, demokrasi dalam bidang politik pada hakikatnya adalah menegakkan kembali asas-asas negara hukum dan  kpastian hukum, Kedua, demokrasi dalam bidang ekonomi pada hakikatnya adalah  kehidupan yang layak bagi semua warga negara. Ketiga, demokrasi dalam bidang hukum pada hakikatnya bahwa pengakuan dan perlindungan HAM, peradilan yang bebas yang tidak memihak.
            Demokrasi Pancasila yang dikampanyekan oleh orde baru sebatas retorika politik belaka. Dalam praktek kenegaraan dan pemerintahannya, penguasa orde baru jauh menyalahi peinsip-prinsip demokrasi. Seperti yang dikatakan oleh M. Rusli Karim, ketidak demokratisan penguasa orde baru ditandai oleh :
a.)    Dominannya peranan militer (ABRI)
b.)    Birokratisasi dan sentrlisasi pengambilan keputusan politik
c.)    Pengebirian peran dan fungsi partai politik
d.)    Campur tangan pemerintah dalam berbagai urusan partai politik dan publik
e.)    Politik masa mengambang
f.)     Monolitisasi ideologi negara
g.)    Inkorporasi lembaga non pemerintahan
4.    Priode Pasca Orde Baru
            Priode ini desebut juga dengan era reformasi. Priode ini erat kaitannya dengan pergerakan reformasi rakyat yang menuntut pelaksanaan demokrasi dan HAM secara konsekuen. Hal ini ditandai dengan lengsernya Presiden Soeharto pada kekuasaan orde baru pada mei 1998, setelah lebih dari tiga puluh tahun berkuasa dengan Demokrasi Pancasilanya.
            Pengalaman pahit yang menimpa Pancasila, yang pada dasarnya sangat terbuka, inklusif, dan penuh nuansa HAM, berdampak kepada keengganan kalangan tokoh reformasi untuk menambahkan atributs tertentu pada kata demokrasi. Demokrasi yang ingin dikembangkan setelah jatuhnya rezim orde baru adalah demokrasi tanpa nama atau embel-embel dimana hak rakyat merupakan komponen inti dalam mekanisme dan pelaksanaan pemerintahan yang demokratis.[13]
            Sedangkan Demokrasi Masa sekarang telah mengalami perubahan-perubahan yang dulunya Setelah berjalannya pemilihan secara langsung selama tiga priode kini muncul polemik yang berkecamuk di parlemen, dua kubuh yang bersiteru antara Koalisi Merah Putih (KMP) dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) membuat arah demokrasi di Indonesia menjadi abu-abu, disisi KMP mengajukan agar pemilihan kepala daerah dipilih melalui parlemen dengan banyak alasan, menurut KMP pemilihan secara langsung menimbulkan banyak kecurangan-kecurangan seperti halnya money politik serta membuat negara ini semakin bobrok akibat pemimpin daerah yang melakukan tindakan KKN.
            KMP juga menginginkan agar Indonesia kembali kepada Falsafah bangsa kita yakni pancasila, dimana sila ke 4 menyatakan: “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan”.
            Sedangkan menurut KIH jika pemilihan kepala daerah ditentukan oleh parlemen ini merupakan kemunduran demokrasi, dan tentu masyarakat tidak lagi dilibatkan dalam menentukan arah bangsa ini. Dalam UUD pasal (1) ayat (2), yang menyatakan “kedaulatan berada di tangan rakyat, dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”


























BAB III
PENUTUP
  A.     KESIMPULAN
            Secara etimologis Demokrasi berasal dari bahasa Yunani terdiri dari dua kata, yaitu demos, yang berarti rakyat atau penduduk suatu tempat, dan cratein atau cratos, yang berarti kekuasaan atau kedaulatan. Gabungan dua kata demos-cratein atau demos-cratos (demokrasi) memiliki arti suatu sistem pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat.
            Dalam era modern ini ada tiga bentuk demokrasi yang bisa dianut oleh negara-negara di dunia pada saat ini, yaitu sebagai berikut :
1.)      Demokrasi sistem Parlamenter
2.)      Demokrasi sistem Presidensial
3.)      Demokrasi sistem Referendum
            Dilihat dari cara penyaluran kehendak rakyat, demokrasi dibagi menjadi dua :
1.)      Demokrasi Langsung
2.)      Demokrasi Tidak Langsung
                        Dilihat dari titik berat paham yang dianut demokrasi dibagi menjadi tiga :
1.)      Demokrasi Liberal (Barat)
2.)      Demokrasi Komunis (Timur)
3.)      Demokrasi Gabungan
            Di Indonesia sendiri sudah menerapkan sistem demokrasi, perjuangan panjang telah dilalu hingga terwujudnya negara yang demokrasi, dimana perjalanan itu melalui beberapa priode, yaitu : perode 1945-1959, priode 1959-1965, priode 1965-1998, dan periode pasca Orde Baru.


  B.      SARAN
            Dalam penulisan makalah ini penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan, dikarenakan keterbatasan ilmu pengetahuan dan pengalaman penulis, untuk itu penulis mengharapkan kepada para pembaca terutama bagi dosen pembimbing mata kuliah Hukum Tata Negara untuk memberikan kritik dan sarannya kepada penulis demi kesempurnaan makalah selanjutnya.


[1] Komaruddin, Hidayat dan Azyumardi Azra. Pendidikan Kewarganegaraan (Demokrasi). (Jakarta: : ICCE UIN Syarif Hidayatullah, 2008), hlm.36
[2] Ibid.,
[3] Ibid., hlm.37
[4] Ibid.,
[5] Ibid., hlm.40
[6] Jimy, Asshiddiqie. Hukum Tata Negara & Pilar-Pilar Demokrasi. (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), hlm.200
[7] Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim. Pengantar Hukum Tatat Negara Indonesia. Cet VI. (Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara Universitas Indonesia, 1985), hlm.176
[8] Seohino. Ilmu Negara. (Jakarta: Liberty Yogyakarta, 2005), hlm.250
[9] Ibid., hlm.252
[10] Ibid., hlm.154
[11] Ibid., hlm.256
[12] Komaruddin, Hidayat dan Azyumardi Azra.Loc.cit., hlm.43
[13] Ibid., hlm.46

Tidak ada komentar:

Posting Komentar